Haidar - Riana |
“Riana, menurut kamu kenapa aku bisa
pacarin kamu?”
Riana yang sebelumnya sibuk dengan
telepon genggamnya, akhirnya menoleh kepada Haidar yang tengah tercenung
menatap langit-langit ruang tengah rumahnya.
Riana menghembuskan nafas kesal,
jika Haidar begini ia sedang bermaksud membuka percakapan yang nantinya
berakhiran membuat mereka akan berdebat. Jadi ia memilih diam, menunggu Haidar
melanjutkan ucapannya itu.
Sedangkan Haidar kini membalas
tatapan Riana dengan kernyitan di dahinya. “Yang, kok gak dijawab? Gak
penasaran?”
“Loh, kamu nanya?”
Decakan keluar dari bibir Haidar, ia
memajukan bibirnya sembari memalingkan wajahnya. Riana yang melihatnya terkekeh
ringan.
“Iya, apa Haidar? Aku takut kalau
aku jawab, malah kamunya ngajak debat,” terang Riana sembari menarik kembali
wajah Haidar dengan kedua tangannya.
“Jangan ngambekkan, ayo ngomong,”
lanjut Riana.
Setelah sama-sama berhadapan, Haidar
kembali memunculkan senyum tipisnya, sepasang netranya memandang Riana dengan
begitu dalam. Binar di kedua matanya seperti memancarkan kebahagiaan yang
begitu pelik untuk dikatakan secara langsung.
Bagi Haidar, Riana merupakan
dunianya. Sejak Riana sudah mengatakan menyukainya juga, dunianya seakan bisa
dibolak-balikkan dengan mudah oleh gadis bersurai hitam dihadapannya ini.
Dengan senyum lebar Riana, sorot netra teduh Riana, dan kehangatan yang
diberikan Riana dalam segala perbuatannya membuat Haidar dengan mudah jatuh
terlalu dalam kepada seorang manusia.
Terlalu lama dalam lamunannya,
Haidar tak sadar bahwa Rianna sudah mendekapnya dalam kenyamanan malam hari
ini.
“Kamu terlalu banyak berpikir,
Haidar. Ada masalah, ya?” Bisikan Riana di telinga kirinya membuat hatinya
sedikit berdesir.
Senyuman di bibirnya menjadi lebih
lebar dari sebelumnya.
Kedua tangannya ia gunakan untuk
membawa pinggang Riana mendekat, berusaha membuat dekapan tersebut lebih erat
lagi dari sebelumnya. Dekapan ini terlalu nyaman, terlalu sempit jika hanya
diungkapkan Haidar sebagai rumahnya pulang.
“Riana, kamu tahu? Dulu aku hanya
bisa menganggap kamu sebagai rumah aku pulang. Rumah tempat aku istirahat. Dulu
aku pilih kamu, hanya sebagai 'rumah'. Namun kayaknya, itu bukan jawaban kenapa
aku pilih kamu.”
Salah satu tangan Haidar kini
terarah ke rambut terurai hitam gadisnya itu, mengelus dengan lembut setiap
helainya. “Mungkin karena kamu adalah Riana, mangkanya aku nyaman terus jadi
pacar kamu.”
Kali ini kalian tahu, satu-satunya
definisi nyaman bagi Haidar hanyalah Riana.
#intanratu
HADAH REMAJA!!!
Tulisan keren๐๐
BalasHapus