Ilustrasi tokoh "aku". (picture by Lance Phan ) |
Aku
duduk di termenung di balkon lantai 2 rumahku sambil menatap langit. Mataku
memang tertuju pada bintang, namun pikiranku sedang berkelana, menjelajah
setiap sudut kenangan yang nampak jelas terbayang dan terasa sesak di dada.
Kenangan itu, kenangan yang bahkan hanya menorehkan sebuah penyesalan malah tak
henti-hentinya berputar di kepalaku. Kenyataan akan apa yang ku alami pun malah
membuat hatiku makin kacau. Akhirnya karena aku tidak bisa berhenti merasakan
penyesalan yang sangat menyakitkan ini, aku menangis.
~
~ ~
Aku
ingat..
Dulu,
di awal musim hujan, kau datang menghampiriku di perpustakaan sekolah. Kau
tersenyum dan mengajakku berkenalan. Kau bilang namamu Zeus, unik, pikirku. Sikapmu
yang ramah dan humoris membuat kita cepat akrab lewat obrolan ringan ini. Aku kira,
ini hanya akan berjalan sederhana.
Keesokan
harinya, kau menghampiriku ketika aku sedang membaca buku di depan kelasku. Kau
bertanya buku apa yang sedang kubaca, cerita apa yang kusuka, siapa penulis
favoritku, ini dan itu, hingga kau lebih mengenalku, begitupun sebaliknya. Kau
bilang bahwa kau suka musik jazz, kau sengaja pergi ke cafe hanya untuk
mendengar penyanyi cafenya menyanyikan lagu-lagu jazz. Kau bilang bahwa kau
suka jika ada seseorang mengelus kepalamu karena itu sama saja kau sedang
menerima kasih sayang dan juga sedang diberkati. Cepat sekali untuk bisa akrab
denganmu, walau pada kenyataanya kau hanya orang yang baru kukenal sehari
sebelumnya. Aku ingat sebelum kau pergi ke kelasmu, kau mengatakan sesuatu yang
saat itu tak ku mengerti yaitu:
“Kau
gak akan lepas, kecuali karena aku.”
Aku
ingat..
Hari-hari
setelah itu berjalan menyenangkan. Berteman denganmu membuatku tahu dan
mengenal banyak hal, kau membuatku terkesan dengan caramu memandang dunia dari
sisi yang berbeda, menyelesaikan masalah dengan cara yang mudah, tidak mengeluh
serta menyerah pada keadaan. Kau bilang:
“Hidup
itu gampang.
Kalo laper tinggal makan. Kalo haus ya minum.
Kalo jatuh harus cepet-cepet bangun.
Dan inget,
kalo merasa cape ya istirahat, bukan berhenti.”
Kalo laper tinggal makan. Kalo haus ya minum.
Kalo jatuh harus cepet-cepet bangun.
Dan inget,
kalo merasa cape ya istirahat, bukan berhenti.”
Kau
selalu menggunakan kata-kata sederhana, namun mengandung arti yang luar biasa
dan dapat membuka mata. Rasanya, sebesar apapun masalah yang aku alami, asalkan
denganmu, semuanya jadi tidak ada apa-apanya. Hidup terasa mudah jika aku
menjalaninya denganmu.
Aku ingat..
Pada satu hari di bulan
desember, di taman kota sambil dijatuhi hujan gerimis, kau mengatakan hal yang
tidak kuduga. Ingat apa yang kau katakan? Dengan mudahnya dirimu mengungkapkan perasaan
tanpa ragu dan malu. Kau terlihat santai dan mantap mengatakan:
“Ah
hujan lagi, kau jadi basah.
Apa kau kedinginan?
Jadilah pacarku sekarang,
maka aku akan memelukmu
supaya kau tidak kedinginan.
Aku sudah kutuk hujan ini agar tidak berhenti
sampai kau menjawab ‘iya’
Hayooo, mau gimana ?“
Apa kau kedinginan?
Jadilah pacarku sekarang,
maka aku akan memelukmu
supaya kau tidak kedinginan.
Aku sudah kutuk hujan ini agar tidak berhenti
sampai kau menjawab ‘iya’
Hayooo, mau gimana ?“
Kenapa
jatuh cinta terlihat begitu mudah untukmu? Kenapa pula mendapatkan hatiku jadi
begitu mudah untukmu?; “Ya, aku mau.” Jawabku mantap.
Aku
ingat..
Setelah
kau menjadi milikku seutuhnya, aku merasa dunia lebih luas untukku. Ruang
gerakku tak terbatas, tawaku lebih lepas, bahkan jiwaku seakan-akan selalu
merasa bebas. Dia memberiku kasih sayang yang berlimpah setiap harinya,
nonstop. Saat aku senang, kau menemaniku tertawa, begitupun saat aku sedih, kau
meminjamkan pundak dan bahumu untuk membantuku menopang beban yang aku punya.
Terdengar berlebihan? Aku tidak peduli. Aku yang jatuh cinta, jadinya aku yang
merasakan. Pokoknya, kau adalah segala yang aku butuhkan.
Namun,
aku tiba-tiba ingat..
Pada
suatu malam di acara reuni sekolah menengahku, teman-teman menanyakan tentangmu.
Mengapa? Karena ternyata mereka mau mengenalkan seseorang padaku. Seorang
laki-laki. Mereka bilang dia ingin berkenalan denganku, yasudah apa salahnya
jika hanya berkenalan? Namun ternyata aku salah. Segalanya mulai berjalan berbeda.
Aku menyesali perkenalan ini. Aku lupa bahwa hubungan aku dan kamupun berawal
dari ‘berkenalan biasa’.
Aku
bertemu dengan pria itu. Dia tampan, seperti kata teman-temanku. Dan memang
benar juga, dia lebih tampan darimu. Seiring berjalannya waktu, aku mulai akrab
dengan laki-laki itu. Dia selalu mengajakku bertemu, mengajakku jalan, bahkan
selalu meneleponku tiap malam. Perlahan namun pasti, aku mulai beranjak darimu.
Aku
tahu, sejak saat itu kau sudah merasakan
perubahanku karena datangnnya orang baru namun kau tak pernah menganggapnya
serius dan tetap saja menyayangiku serta memperlakukanku seperti biasanya.
Aku
ingat..
Hingga
pada suatu hari aku menolak ajakanmu untuk pergi ke cafe jazz favoritmu karena
aku mau jalan dengan pria itu. Kau tak marah, kau malah membolehkan sambil
tersenyum. Kau selalu seperti itu, mengalah untukku. Namun, karena mataku
dibutakan oleh tampang dan harta dari laki-laki itu, aku jadi tak bisa melihat
ketulusanmu lagi.
Sampailah
pada hari jadi kita yang pertama. Bodohnya,
aku lupa. Tepatnya, aku memang tak ingin ingat. Harusnya hari itu kita habiskan
berdua bukan? Namun aku malah memilih pergi bersama laki-laki itu. Tanpa
sepengetahuanku, kau membuat kejutan di cafe jazz favoritmu untuk hari jadi
kita. Kau menungguku disana sejak pagi hingga cafe tersebut mau tutup, yaa sekitar jam 11 malam. Kau
menungguku, Zeus! Kau menunggu aku yang sudah pasti tak akan datang karena aku
sedang menghabiskan waktu dengan laki-laki itu! Aku memang bodoh!
Aku
ingat..
Hubungan
kita mulai merenggang karena aku sudah merasa bosan denganmu. Dulu,
kesederhanaanmulah yang membuatku jatuh hati. Namun setelah aku mengenal
laki-laki itu, aku malah muak dengan
kata sederhana sebab dia selalu memenuhi hari-hariku dengan harta-harta
mewahnya.
Kau
bertanya mengapa aku berubah dan aku malah menjawab bahwa aku lelah, aku cape
denganmu. Aku yang saat itu dibutakan oleh duniawi, memaki-makimu dan menyakiti
hatimu dengan mengatakan bahwa kau adalah laki-laki yang tidak bisa
membahagiakan kekasih karena tak pernah membelikan barang-barang mewah,
mengajak ke tempat makan mewah dan tak memiliki kendaraan yang bagus. Kau malah
tersenyum sambil memegang pipiku, dengan tenang kau bilang:
“Aku
tau hari ini pasti datang.
Kamu kenal aku sejak satu tahun lalu,
kamu tau kondisi dan situasi keuanganku.”
Kamu kenal aku sejak satu tahun lalu,
kamu tau kondisi dan situasi keuanganku.”
Aku
makin memaki-makimu dan mulai membawa kata ‘miskin’ di sela-sela kalimatku.
Namun, kau menjawab dengan tenang:
“Jika
mencintaimu itu harus bayar mahal,
maaf, uangku gak akan cukup membayarnya secara cash.”
maaf, uangku gak akan cukup membayarnya secara cash.”
Aku
sangat naik pitam saat itu karena
jawabanmu. Hingga aku bertanya selama ini apa usahamu untuk mencintaiku jika
kau tahu bahwa mencintaiku itu mahal. Sembari masih memegang pipiku, kau
menjawab dengan lembut:
“Aku
berusaha menyicilnya dengan
membuatmu tersenyum saat kau sedih dan
mempertahankan tawamu saat kau senang.
Namun, ternyata kamu tidak sabar dan
menginginkanku untuk segera melunasinya.
Maaf, aku tidak sanggup.”
membuatmu tersenyum saat kau sedih dan
mempertahankan tawamu saat kau senang.
Namun, ternyata kamu tidak sabar dan
menginginkanku untuk segera melunasinya.
Maaf, aku tidak sanggup.”
Lalu
kau mencium keningku dan pergi meninggalkanku. Ternyata, itulah pertanyaanku
dan jawabanmu yang terakhir. Sesudah itu, kau pergi dan tak pernah menoleh
padaku lagi. Saat itu aku berpikir, apa peduliku jika aku masih punya laki-laki
tampan dan kaya yang menemaniku.
Aku
ingat..
Belum
lama setelah kau pergi, aku tak merasakan kesepian sedikitpun karena laki-laki
itu selalu bersamaku. Aku pikir akan mudah bagiku melupakanmu karena
kesederhanaan dan ketulusanmu tidak ada apa-apanya dibandingkan segala yang
dimiliki oleh laki-laki itu. Hingga pada suatu hari saat aku sedang mengendarai
sepeda motorku, aku mengalami kecelakaan karena ditabrak oleh truk dari arah
berlawanan akibat rem truk tersebut blong.
Aku
ingat..
Semuanya
gelap. Berat sekali untuk membuka mata. Entah kenapa saat itu aku terbayang
wajahmu, Zeus. Aku teringat akan kamu. Sekuat tenaga kucoba membuka mata agar
bayang wajahmu hilang. Saat membuka mata, aku sadar bahwa aku sedang berada di
rumah sakit!
Keluargaku
berada dalam ruangan itu, namun aku tak menemukan laki-laki itu. Kemana dia?
Keluargakupun tak ada yang tahu, bahkan memang mereka tidak mengenal laki-laki
itu. “Mungkin dia lagi ada keperluan.” Kataku
untuk menenangkan hati. Dokterpun datang menghampiriku, dan memberi tahu hal
yang mengejutkan. Dia membuka selimut yang menutup kakiku dan alangkah
terkejutnya aku mengetahui bahwa kaki kananku di amputasi sebatas lutut akibat
tulang betisnya remuk dan terdapat pendarahan hebat yang dapat memicu infeksi
pada seluruh bagian kaki sehingga jalan keluarnya adalah amputasi. Aku menangis
sekencang-kencangnya karena aku sadar bahwa hidupku tidak akan berjalan dengan
normal seperti dulu. Terlebih saat aku memikirkan mungkin lelaki itu tak akan
menerimaku dengan keadaanku yang seperti ini.
8
bulan berlalu. Aku sudah bisa berjalan sendiri dengan dibantu tongkat. Selama
itu, aku tak pernah mau keluar rumah
karena aku belum bisa menerima keadaanku. Seiring berjalannya waktu, aku mulai
mengikhlaskan kondisi ini. Namun selama 8 bulan aku bedrest, laki-laki itu tak
pernah sekalipun menemuiku, bahkan aku tak mendapat kabar apapun darinya atau
dari teman-temannya. Dia menghilang bagikan tertiup angin. Kabar terakhir yang
kudengar adalah bahwa laki-laki itu sudah mengetahui perihal amputasi kakiku
ini.
Aku
mulai menyadari ternyata laki-laki itu tak pernah benar-benar mencintaiku.
Disaat aku membutuhkan dorongan semangat darinya, saat aku membutuhkannya
bahunya untuk bersandar, tangannya untuk menghapus air mataku, dia tak pernah
datang.
Aku teringat kembali
padamu, Zeus. Dulu saat kita masih bersama, aku pernah terjatuh dari motor dan
itu menyebabkan tanganku patah sehingga aku harus di gips selama 3 bulan namun
kau tak pernah malu berjalan bersamaku. Kau tetap berada disampingku, memberiku
semangat dan memberiku limpahan kasih sayang yang menguatkan. Kau berkata:
“Jangan
sungkan minta bantuan dariku.
Selama aku masih sayang sama kamu,
tangan kamu, tangaku juga.
Kaki kamu, kakiku juga.
Sakitnya kamu, sakitnya aku juga.”
Selama aku masih sayang sama kamu,
tangan kamu, tangaku juga.
Kaki kamu, kakiku juga.
Sakitnya kamu, sakitnya aku juga.”
Atau
dulu waktu kita nyasar ke daerah pesawahan saat nyari lokasi wisata di
pedesaan. Disana, jalannya sangat becek dan penuh lumpur sementara saat itu aku
memakai wedges berwarna putih. Kau malah menggendongku sepanjang jalan sawah
sambil bilang:
“Jalannya
becek, takutnya sepatu kamu lepas disini terus
ada laki-laki yang nemuin dan ngasihin balik ke kamu.
Daripada kamu nikah sama nemuin sepatunya,
mendingan kamu kugendong aja ya, princess?”
ada laki-laki yang nemuin dan ngasihin balik ke kamu.
Daripada kamu nikah sama nemuin sepatunya,
mendingan kamu kugendong aja ya, princess?”
Aku
ingat..
Semuanya.
Aku
ingat..
Saat
aku bosan terus menerus diam di rumah, aku memutuskan untuk berjalan-jalan
sendiri meskipun orang rumah bersikeras ingin menemaniku, aku hanya perlu waktu
me time. Aku terus berjalan menyusuri panjang trotoar, melewati toko-toko,
pokoknya kemanapun kaki dan tongkat ini menuntunku. Sudah sangat jauh aku
berjalan hingga akhirnya aku sampai di satu daerah yang aku lupa namanya namun
terasa sangat familiar. Aku terus menyusuri trotoar hingga akhirnya aku
berhenti di depan sebuah cafe. Ya, itu cafe jazz favorit Zeus. Entah kenapa
intuisi ku mengarah kesini.
Aku
ingat..
Pada
waktu itu, aku masih berdiri di luar jendela cafe dan melihat-lihat isinya dari
luar. Saat mataku menyusuri setiap sudut cafe itu, aku melihat seseorang yang
familiar sedang duduk di kursi pojok kanan depan panggung ditemani seorang
wanita. ITU KAMU, ZEUS! Tapi, bersama wanita?
Masih
tergambar jelas di kepalaku apa yang kau dan wanita itu lakukan di dalam cafe.
Kau memegang sambil beberapa kali mencium tangannya, wanita itu mengelus
kepalamu, kalian bernyanyi mengikuti lagu yang dibawakan penyanyi jazz disana,
nampak sangat bahagia.
Aku
ingat..
Rasa
sakit yang aku rasakan saat melihat kalian berdua saat itu. Air mataku jatuh,
deras.
Aku
ingat..
Kata-kata
yang dulu kau ucapkan bahwa aku tak akan bisa lepas kecuali karena kamu itu
ternyata benar. Saat dulu aku bersikeras ingin berpisah denganmu karena
hadirnya lelaki bajingan itu, kamu tak pernah mau. Namun, saat kau merasa tak
cukup baik buatku dan kau ingin pergi supaya aku bahagia, kita benar-benar
lepas. Berakhir.
Untukmu,
Zeus. Aku menyayangkan apa yang terjadi antara kita. Aku menyesal telah
melepasmu dan berulang kali menyakiti hatimu. Sempat memaki-maki dan
meremehkanmu, tidak menganggap bahkan cenderung mengabaikanmu. Aku selalu mengingatmu,
dalam sedihku, senangku, aku anggap kasih sayangmu adalah hadiah terindah dari
Tuhan namun sayang, aku menyia-nyiakannya hingga aku mendapat balasan yang
setimpal. Aku harus memakan pahitnya penyesalan yang menyiksaku setiap malam
dengan teramat dalam.
Untuk
wanitamu, aku harap dia selalu mengelus kepalamu agar kamu merasa selalu
disayangi dan diberkati seperti yang kamu suka, selalu menemanimu melihat band
jazz di cafe favoritmu karena aku selalu ingat bahwa kau sangat suka dengan
jazz.
“Semoga
dia melakukan semua hal yang
harusnya kulakukan saat aku masih bersamamu.”
harusnya kulakukan saat aku masih bersamamu.”
Aku ingat..
Dulu
saat aku sering membeli barang mahal yang justru tidak terlalu penting. Di akhir
bulan, aku selalu merengek karena sisa uang bulananku mau habis. Kau menertawakanku
sembari mengusap kepalaku, kau bilang:
“Makanya,
jangan menyia-nyiakan sesuatu.
Hal sepelepun akan jadi berharga kalau udah gak ada.”
Hal sepelepun akan jadi berharga kalau udah gak ada.”
Kau
benar, Zeus! Jika sudah tiada, barulah terasa bahwa hal itu sangatlah berharga.
Sepertimu. Maafkan aku karena pernah menyakitimu hingga kau merasa rendah di
mataku. Aku harap, penyesalan yang ku rasakan setiap malam dapat menebus
kesalahanku padamu. Aku selalu merindu, mencintai dan malu padamu.
~
~ ~
Balkon
terasa sangat dingin sekarang. Langit malam malah membuat gambaran wajahmu
makin jelas di mataku, sekaligus membuat rasa bersalah makin menguat. Lebih baik
aku menyeka air mata dan pergi ke kamarku. Tapi ku rasa percuma, kemanapun aku
pergi..........
Aku
ingat..
Kamu, Zeus.
Ilustrasi "Zeus". (picture by Lance Phan) |
*) Terinspirasi dari lagu Bruno Mars - When I was Your Man.
Thank's udah baca tulisanku. Berikan kritik dan sarannya di kolom komentar yaa. Bye!^^
Karya yg bagus, tambah lg karyanya
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih^^
Hapus