Dahulu, aku tak ingin menjadi bahan kelakar tanda tanya semua orang, aku tak ingin menjadi netra yang tak kunjung dipandang, aku tak ingin menjadi afeksi yang kurang memuaskan.
Tak sempat diberi tahu, semuanya
dinyatakan berantakan.
Sebarang masa, hanya bertindak acuh
tak acuh dengan mulut yang terus berbicara.
"Pengecut!" Kata semua
orang, tak sempat berkata, mereka berpaling menutup telinga. Cicit burung
mereka gapai dalam semesta yang menduga bahwa mereka selalu benar akan semua
hal. Lucu, menurutku.
Untuk saat ini, lari dalam jalur
yang tak kubutuhkan memanglah jawaban. Namun nanti apa kata tuhan? Memalukan.
Sampai ujung garis sadar, aku tak
mengerti saat mentari yang masih menyinariku dalam rentangan hari yang terus
datang tak kenal waktu.
Cukup sampai situ, pintaku dalam
kalbu. Tak ingin semua bencana datang dengan sia-sia, memeluk rindu diriku yang
berkedok teman setia.
Aku membalas lemah. "Kait
usahaku telah terpuruk, jangan memaksaku untuk melangkah." Telapak
tanganku terus terbuka, meraih selalu angan yang tak kunjung mengakhiri
semuanya.
Semua ini tentang hidupku, Widya. Kini
kau mengerti semuanya, kan?
Senyum yang selalu aku singgungkan saat bersamamu, menjadi satu-satunya harapan bagiku. Aku harap kau benar-benar menyukaiku dan tidak pernah meninggalkanku dalam sebuah kisah romansa yang akan bermulai ini. Maaf untuk semuanya dan terima kasih, Widya.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah visit di blog Intan, silahkan beri kritik dan saran dengan sopan.