savefrom: www.internetdict.com |
Senyum
itu langsung tersimpul di bibirnya saat itu juga. Satu jam sebelum alarmnya
berdering, dia sudah membuka mata terlebih dahulu karena hari ini bukan hari
biasa untuknya, mungkin juga untuk ratusan remaja lainnya. Hari ini adalah hari
dimana hasil belajarnya selama tiga tahun di sekolah menengah atasnya akan
dibacakan. Raganya memang masih dibalut selimut namun khayalnya mengenai dunia
setelah ia lulus SMA sudah terbang kemana-mana. Membayangkan ia sendiri memakai
baju kantoran, memakai riasan wajah, duduk di depan komputer dengan serius,
tumpukan pekerjaannya yang menggunung di mejanya dan tak lupa membayangkan saat
dia marahi atasan. Uh, khayalannya terbang bebas, liar, kemana-mana.
Ya, dia adalah Hana, Hana Renanda lengkapnya. Dia seorang siswi yang sebentar lagi akan menjadi alumni dari SMA Harapan Nusa, salah satu sekolah favorit di kotanya. Seperti mimpi yang jadi kenyataan saja, sebentar lagi nama Hana akan disebut ‘LULUS’ dari masa sekolahnya.
Tanpa membuang waktu untuk berkhayal lagi, dia langsung bangun dan mempersiapkan diri. Tak lupa senyumnya selalu tersimpul disaat-saat persiapannya. Tak ketinggalan, baju seragam putihnya pada saat kelas 11 dia masukan kedalam tas. Bukan untuk apa-apa, sudah tertebak bahwa anak SMA merayakan pelulusan dengan tanda tangan dan corat-coret baju. Setela semua siap pada pukul 8, dia duduk di depan rumahnya. Dia menunggu temannya yang sebelumnya sudah membuat janji akan menjemput Hana. Tak lama Hana menunggu, temannya yang bernama Niki itu datang dengan sepeda motornya.
“Mau nyari siapa, bu?” Goda Hana pada Niki yang baru saja datang itu.
“Ah banyak ngomong, Lu, cepet naik! Kertas kelulusan udah nunggu tuuuuh.” Jawab Niki sembari tersenyum. Nampaknya, bukan hanya Hana yang bahagia disini.
Tanpa membuang waktu, mereka berdua pergi ke sekolahnya. Di jalan, mereka tak henti-hentinya membicarakan rancangan rencana mereka yang akan mereka lakukan di hari kelulusan ini.
“Lu bawa baju putih yang laen, ‘kan? Tanya Niki.
“Ya iyalah, yakali gua corat-coret pake baju ini.” Jawab Hana.
Sampailah mereka berdua di parkiran sekolah. Setelah mengondisikan motor, mereka berdua berlari ke gedung Serba Guna atau Aula SMA Harapan Nusa. Disana sudah berkumpul teman-teman satu geng Hana yang lain. Ada Tiara, Elsa, Alvi, Andrea dan Dian. Dian melambaikan tangan pada Hana dan Niki sebagai isyarat supaya mereka datang menghampiri teman-teman satu gengnya itu, Hana dan Nikipun bergabung. Bukan Hana and the geng namanya kalo mereka tidak berbincang dengan ribut dan dengan suara kencang. Mereka berbincang soal perayaan kelulusan yang akan mereka lakukan pada sore harinya sampai membicarakan soal masa-masa mereka setelah lulus nanti.
“Han, ntar kalo lo jadi kerja di kantor om lo itu, jangan lupa ajakin gua, ya. Gua rencananya mau kuliah sambil kerja. Yaa buat bantu-bantu nyokap gua aja.” Ujar Tiara.
“Iye, Han, ajakin gua, ya! Enak kayaknya kalo kerja di advertising agency, palingan ilmu marketing yang dibanyakin. Udah diluar kepala itu mah, Han.” Tambah Niki sembari tertawa dibarengi tawa kawan-kawannya yang lain.
“Slow aja, girls, ntar gua kabar-kabarin lagi dah, yak!” jawan Hana.
Saat sedang asyik berbincang, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Hana, Hana berbalik dan melihat dengan raut wajah kesal, ternyata itu Reza, laki-laki yang selalu mendekati Hana namun Hana tak pernah menghiraukannya. Reza tersenyum sambil memberi sebungkus coklat pada Hana. Kesal sekaligus bingung dengan perlakuan Reza, Hana menanyakan apa maksud Reza dengan nada setengah membentak.
“Maksud lo apaan sih? Basi tau gak!”
“Gua yakin lo bakalan lulus, kita semua bakalan lulus kok, gak bakalan ada yang tinggal kelas. Hanya satu yang tertinggal di sekolah ini, perasaan gua, Han. Setelah gua lulus, gua gabakalan bawa perasaan sayang gua ke lo,gua kubur semuanya hari ini. Anggap aja ini hadiah perpisahan dari gua karena mungkin ini hari terakhir gua ketemu sama lo.” Ujar Reza sembari tersenyum dan memberikan coklatnya.
Setelah Reza bicara, Reza berjalan pergi saja kearah kerumunan anak-anak yang sedang berkumpul kemudian hilang dari pandangan Hana. Hana sadar perlakuan Reza berbeda dari sebelumnya, terlebih lagi dengan apa yang Reza katakan. Meninggalkan perasaan? Hadiah perpisahan? Hari terakhir bertemu? Sambil melihat coklat yang diberikan Reza, Hana teringat kembali kenangannya bersama Reza.
Sejak awal kelas 11 hingga kemarin pada saat kegiatan belajar mengajar terakhirnya, Reza selalu menyimpan hadiah di meja Hana. Dia tak pernah kehabisan ide untuk memberi sesuatu pada Hana. Hadiah yang Reza berikan seminggu sekali itu seperti bunga mawar, boneka karakter minions kesukaan Hana, buku diary, coklat, surat, dan lain-lain selalu saja membuat hati siswi-siswi lain luluh namun tidak untuk Hana. Tak jarang ia membuang hadiah dari Reza mentah-mentah kecuali minions yang memang merupakan kesukaannya. Kartu ucapan selamat pagipun tak pernah tertinggal. Hampir setiap pagi Reza menulis kartu ucapan yang isinya selalu sama yaitu ‘Selamat pagi, Hana. Ich Liebe Dich.’. Belum lagi perlakuan-perlakuan tulus Reza pada Hana seperti membelikan air minum setiap Hana selesai berolahraga, menawari tumpangan pulang yang memang selalu Hana tolak, dan pernah suatu hari Hana datang kesiangan ke sekolah, dia dimarahi petugas piket dan ditanya apa alasannya dan Hana tidak bisa menjawab. Hal itu diketahui Reza dan Rezapun mengatakan bahwa dia yang mengantar Hana kesekolah namun pada saat diperjalanan ban sepeda motor Reza bocor jadi terpaksa Hana datang kesiangan. Alhasil Rezalah yang dihukum membersihkan WC guru. Sayangnya, perlakuan-perlakuan Reza tak pernah mendapat simpati sedikitpun dari Hana. Hana selalu menganggap bahwa perlakuan Reza hanya pencitraan karena ingin dikenal sebagai seorang laki-laki charming dan romantis dan setiap hal yang dilakukan Reza pada Hana hanyalah dibuat-buat dan tidak tulus dari hati. Bahkan seringkali Hana malah memarahi Reza dan mempermalukan Reza di depan teman-teman sekolahnya. Pernah suatu hari Reza menyelipkan surat berisi kata-kata manis di tas Hana, Hana mengetahuinya dan malah membaca surat itu keras-keras sehingga teman-teman Hana tertawa, isi kertas itu..
Setelah
puas mengejek Reza, Hana merobek-robek surat itu di depan Reza, membuangnya ke
lantai dan pergi sambil menginjak potongan-potongan surat itu. Namun Reza
selalu sabar dengan perbuatan Hana, dia selalu tersenyum pada Hana separah
apapun Hana memperlakukannya hingga klimaksnya pada hari ini, dihari kelulusan
ini Reza bertingkah dan mengucapkan hal yang sama sekali Hana tidak duga. Hana
benar-benar heran, ada sedikit terbesit rasa sedih di hati Hana saat teringat
ucapan Reza yang baru saja ia dengar. Hana berfikir kembali bahwa setelah hari
kelulusan ini, ia tidak akan bertemu Reza lagi. Hana memutar otaknya dan terus
memikirkan rasa sedihnya itu sampai pada akhirnya muncul pertanyaan......
Ya, dia adalah Hana, Hana Renanda lengkapnya. Dia seorang siswi yang sebentar lagi akan menjadi alumni dari SMA Harapan Nusa, salah satu sekolah favorit di kotanya. Seperti mimpi yang jadi kenyataan saja, sebentar lagi nama Hana akan disebut ‘LULUS’ dari masa sekolahnya.
Tanpa membuang waktu untuk berkhayal lagi, dia langsung bangun dan mempersiapkan diri. Tak lupa senyumnya selalu tersimpul disaat-saat persiapannya. Tak ketinggalan, baju seragam putihnya pada saat kelas 11 dia masukan kedalam tas. Bukan untuk apa-apa, sudah tertebak bahwa anak SMA merayakan pelulusan dengan tanda tangan dan corat-coret baju. Setela semua siap pada pukul 8, dia duduk di depan rumahnya. Dia menunggu temannya yang sebelumnya sudah membuat janji akan menjemput Hana. Tak lama Hana menunggu, temannya yang bernama Niki itu datang dengan sepeda motornya.
“Mau nyari siapa, bu?” Goda Hana pada Niki yang baru saja datang itu.
“Ah banyak ngomong, Lu, cepet naik! Kertas kelulusan udah nunggu tuuuuh.” Jawab Niki sembari tersenyum. Nampaknya, bukan hanya Hana yang bahagia disini.
Tanpa membuang waktu, mereka berdua pergi ke sekolahnya. Di jalan, mereka tak henti-hentinya membicarakan rancangan rencana mereka yang akan mereka lakukan di hari kelulusan ini.
“Lu bawa baju putih yang laen, ‘kan? Tanya Niki.
“Ya iyalah, yakali gua corat-coret pake baju ini.” Jawab Hana.
Sampailah mereka berdua di parkiran sekolah. Setelah mengondisikan motor, mereka berdua berlari ke gedung Serba Guna atau Aula SMA Harapan Nusa. Disana sudah berkumpul teman-teman satu geng Hana yang lain. Ada Tiara, Elsa, Alvi, Andrea dan Dian. Dian melambaikan tangan pada Hana dan Niki sebagai isyarat supaya mereka datang menghampiri teman-teman satu gengnya itu, Hana dan Nikipun bergabung. Bukan Hana and the geng namanya kalo mereka tidak berbincang dengan ribut dan dengan suara kencang. Mereka berbincang soal perayaan kelulusan yang akan mereka lakukan pada sore harinya sampai membicarakan soal masa-masa mereka setelah lulus nanti.
“Han, ntar kalo lo jadi kerja di kantor om lo itu, jangan lupa ajakin gua, ya. Gua rencananya mau kuliah sambil kerja. Yaa buat bantu-bantu nyokap gua aja.” Ujar Tiara.
“Iye, Han, ajakin gua, ya! Enak kayaknya kalo kerja di advertising agency, palingan ilmu marketing yang dibanyakin. Udah diluar kepala itu mah, Han.” Tambah Niki sembari tertawa dibarengi tawa kawan-kawannya yang lain.
“Slow aja, girls, ntar gua kabar-kabarin lagi dah, yak!” jawan Hana.
Saat sedang asyik berbincang, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Hana, Hana berbalik dan melihat dengan raut wajah kesal, ternyata itu Reza, laki-laki yang selalu mendekati Hana namun Hana tak pernah menghiraukannya. Reza tersenyum sambil memberi sebungkus coklat pada Hana. Kesal sekaligus bingung dengan perlakuan Reza, Hana menanyakan apa maksud Reza dengan nada setengah membentak.
“Maksud lo apaan sih? Basi tau gak!”
“Gua yakin lo bakalan lulus, kita semua bakalan lulus kok, gak bakalan ada yang tinggal kelas. Hanya satu yang tertinggal di sekolah ini, perasaan gua, Han. Setelah gua lulus, gua gabakalan bawa perasaan sayang gua ke lo,gua kubur semuanya hari ini. Anggap aja ini hadiah perpisahan dari gua karena mungkin ini hari terakhir gua ketemu sama lo.” Ujar Reza sembari tersenyum dan memberikan coklatnya.
Setelah Reza bicara, Reza berjalan pergi saja kearah kerumunan anak-anak yang sedang berkumpul kemudian hilang dari pandangan Hana. Hana sadar perlakuan Reza berbeda dari sebelumnya, terlebih lagi dengan apa yang Reza katakan. Meninggalkan perasaan? Hadiah perpisahan? Hari terakhir bertemu? Sambil melihat coklat yang diberikan Reza, Hana teringat kembali kenangannya bersama Reza.
Sejak awal kelas 11 hingga kemarin pada saat kegiatan belajar mengajar terakhirnya, Reza selalu menyimpan hadiah di meja Hana. Dia tak pernah kehabisan ide untuk memberi sesuatu pada Hana. Hadiah yang Reza berikan seminggu sekali itu seperti bunga mawar, boneka karakter minions kesukaan Hana, buku diary, coklat, surat, dan lain-lain selalu saja membuat hati siswi-siswi lain luluh namun tidak untuk Hana. Tak jarang ia membuang hadiah dari Reza mentah-mentah kecuali minions yang memang merupakan kesukaannya. Kartu ucapan selamat pagipun tak pernah tertinggal. Hampir setiap pagi Reza menulis kartu ucapan yang isinya selalu sama yaitu ‘Selamat pagi, Hana. Ich Liebe Dich.’. Belum lagi perlakuan-perlakuan tulus Reza pada Hana seperti membelikan air minum setiap Hana selesai berolahraga, menawari tumpangan pulang yang memang selalu Hana tolak, dan pernah suatu hari Hana datang kesiangan ke sekolah, dia dimarahi petugas piket dan ditanya apa alasannya dan Hana tidak bisa menjawab. Hal itu diketahui Reza dan Rezapun mengatakan bahwa dia yang mengantar Hana kesekolah namun pada saat diperjalanan ban sepeda motor Reza bocor jadi terpaksa Hana datang kesiangan. Alhasil Rezalah yang dihukum membersihkan WC guru. Sayangnya, perlakuan-perlakuan Reza tak pernah mendapat simpati sedikitpun dari Hana. Hana selalu menganggap bahwa perlakuan Reza hanya pencitraan karena ingin dikenal sebagai seorang laki-laki charming dan romantis dan setiap hal yang dilakukan Reza pada Hana hanyalah dibuat-buat dan tidak tulus dari hati. Bahkan seringkali Hana malah memarahi Reza dan mempermalukan Reza di depan teman-teman sekolahnya. Pernah suatu hari Reza menyelipkan surat berisi kata-kata manis di tas Hana, Hana mengetahuinya dan malah membaca surat itu keras-keras sehingga teman-teman Hana tertawa, isi kertas itu..
“Aku hanya orang biasa dengan segala sesuatu dalam diriku yang biasa.
Aku orang biasa dengan semua barang barangku yang biasa. Namun, aku memiliki
perasaan yang tidak biasa, pada seseorang tentunya. Orang ini tidak biasa,
wanita ini luar biasa. Aku sadar, diriku yang biasa ini dan perasaanku ini
tidak pantas untuk wanita sepertinya, namun aku menyukainya. Ich Liebe Dich,
Han.”
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah visit di blog Intan, silahkan beri kritik dan saran dengan sopan.